MAKALAH : Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS)




Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) adalah Standar berbasis prinsip, Interpretasi dan Kerangka (1989) diadopsi oleh Dewan Standar Akuntansi Internasional (IASB).
Banyak standar membentuk bagian dari IFRS dikenal dengan nama lama dari Standar Akuntansi Internasional (IAS). IAS yang diterbitkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Dewan Standar Akuntansi Internasional Committee (IASC). Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru mengambil alih dari IASC tanggung jawab untuk menetapkan Standar Akuntansi Internasional. Selama pertemuan pertama Dewan baru diadopsi IAS dan SICs. IASB terus mengembangkan standar memanggil standar IFRS baru.

  1. Struktur IFRS
IFRS dianggap sebagai 'prinsip berdasarkan' set standar dalam bahwa mereka menetapkan aturan-aturan yang luas serta mendikte perawatan khusus. Standar Pelaporan Keuangan Internasional terdiri dari:
·         Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS)-standar yang dikeluarkan setelah tahun 2001.
·         Standar Akuntansi Internasional (IAS)-standar yang dikeluarkan sebelum 2001.
·         Interpretasi berasal dari Pelaporan Keuangan Internasional Komite Interpretasi (IFRIC)-yang diterbitkan setelah tahun 2001.
·         Interpretasi Standing Committee (SIC)-yang diterbitkan sebelum 2001.
·         Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (1989)

1.1.       IAS 8 Par. 11
"Dalam membuat penilaian yang dijelaskan dalam ayat 10, manajemen akan merujuk kepada, dan mempertimbangkan penerapan, sumber-sumber berikut dalam urutan:
(A) Persyaratan dan pedoman dalam Standar dan interpretasi berurusan dengan masalah yang sama dan terkait, dan
(B)  Definisi, kriteria pengakuan dan konsep pengukuran untuk aset, kewajiban, pendapatan dan pengeluaran dalam Framework. "

  1. Kerangka
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan menyatakan prinsip dasar untuk IFRS. IASB dan FASB Kerangka sedang dalam proses menjadi diperbaharui dan konvergensi. Bersama Kerangka Konseptual proyek bertujuan untuk memperbarui dan menyempurnakan konsep - konsep yang ada untuk mencerminkan perubahan dalam pasar, praktek bisnis dan lingkungan ekonomi yang terjadi dalam dua atau lebih dekade sejak konsep pertama kali dikembangkan.
Tujuan keseluruhan adalah untuk menciptakan fondasi standar akuntansi masa depan yang berbasis prinsip, konsisten secara internal dan internasional konvergensi. Oleh karena itu IASB dan FASB Amerika Serikat (dewan) adalah melaksanakan proyek bersama.

  1. Peran Kerangka
Deloitte menyatakan: Dengan tidak adanya Standar atau Interpretasi yang secara khusus berlaku untuk transaksi, manajemen harus menggunakan penilaian dalam mengembangkan dan menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang menghasilkan informasi yang relevan dan dapat dipercaya. Dalam membuat penilaian itu, IAS 8,11 mengharuskan manajemen untuk mempertimbangkan definisi, kriteria pengakuan, dan konsep pengukuran untuk aset, kewajiban, pendapatan, dan pengeluaran dalam Framework. Ini elevasi pentingnya Kerangka ditambahkan tahun 2003 revisi IAS 8. [2]

Tujuan laporan keuangan
Sebuah pernyataan keuangan harus mencerminkan pandangan yang benar dan adil dari urusan bisnis organisasi. Seperti laporan yang digunakan oleh berbagai unsur masyarakat / regulator, mereka perlu mencerminkan pandangan yang sesungguhnya dari posisi keuangan organisasi. dan sangat membantu untuk memeriksa posisi keuangan usaha selama satu periode tertentu.

1.         Asumsi Underlying
IFRS mengotorisasi dua model akuntansi dasar:
I.        Keuangan pemeliharaan modal dalam unit moneter nominal, yaitu, akuntansi biaya historis selama inflasi yang rendah dan deflasi (lihat Kerangka, Nominal 104 (a)).
II.     Keuangan pemeliharaan modal dalam unit daya beli konstan, yaitu, Konstan Item Daya Beli Akuntansi - CIPPA - selama inflasi yang rendah dan deflasi (lihat Kerangka, Nominal 104 (a)) dan Konstan Purchasing Power Akuntansi (lihat IAS 29) - CPPA - selama hiperinflasi. Keuangan pemeliharaan modal dalam unit daya beli konstan tidak berwenang berdasarkan US GAAP.

Berikut ini adalah empat asumsi yang mendasari dalam IFRS: 1. Dasar Akrual: pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat terjadi, bukan sebagai kas diperoleh atau dibayarkan.
1.      Dasar Akrual: pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat terjadi, bukan sebagai kas diperoleh atau dibayarkan.
2.      Kelangsungan: suatu entitas akan berlanjut untuk masa mendatang.
3.      Stabil asumsi unit pengukuran: pemeliharaan modal keuangan dalam satuan moneter nominal atau akuntansi biaya tradisional historis, yaitu, akuntan mempertimbangkan perubahan daya beli mata uang fungsional sampai dengan tetapi tidak termasuk 26% per tahun selama tiga tahun berturut-turut (yang akan 100 % inflasi kumulatif selama tiga tahun atau hiperinflasi sebagaimana didefinisikan dalam PSAK) sebagai material atau tidak cukup penting bagi mereka untuk memilih pemeliharaan modal dalam unit daya beli konstan selama inflasi yang rendah dan deflasi yang berwenang di IFRS dalam Kerangka, Nominal 104 (a)

Akuntan menerapkan asumsi unit pengukuran yang stabil (Biaya Perolehan tradisional Akuntansi) selama inflasi tahunan sebesar 25% untuk 3 tahun berturut-turut akan menghancurkan 100% dari nilai sebenarnya dari semua item nilai konstan riil non-moneter tidak dipelihara dengan paradigma Biaya Perolehan.

4.      Unit daya beli konstan: pemeliharaan modal dalam unit daya beli konstan selama inflasi yang rendah dan deflasi, yaitu penolakan terhadap asumsi unit pengukuran yang stabil. Lihat Framework (1989), Ayat 104 (a). Pengukuran dalam unit daya beli konstan (inflasi-penyesuaian) di bawah Item Konstan Akuntansi Daya Beli barang non-moneter hanya nilai riil konstan (bukan item variabel) perbaikan kerusakan yang disebabkan oleh Akuntansi Biaya Perolehan nilai nyata nilai riil konstan non- item moneter tidak pernah dijaga konstan sebagai hasil dari pelaksanaan asumsi unit pengukuran stabil selama inflasi yang rendah. Hal ini tidak inflasi melakukan menghancurkan. Ini adalah implementasi dari asumsi unit pengukuran yang stabil, yaitu, HCA. Hanya item nilai konstan riil non-moneter yang disesuaikan dengan inflasi selama inflasi yang rendah dan deflasi. Semua item non-moneter (kedua item nilai variabel riil non-moneter dan nilai riil konstan item non-moneter) yang disesuaikan dengan inflasi selama hiperinflasi seperti yang diharuskan dalam PSAK 29 Pelaporan Keuangan di Hyperinflationary Ekonomi, yaitu di bawah Konstan Daya Beli Akuntansi.

2.         Karakteristik kualitatif laporan keuangan
• Understandability
• Keandalan
• komparatif
• Relevansi
• Benar dan Adil Lihat / Presentasi Fair

3.         Unsur-unsur laporan keuangan
Posisi keuangan dari suatu perusahaan terutama disediakan dalam Laporan Posisi Keuangan. Elemen meliputi:
Aset: Suatu aset sumber daya yang dikendalikan oleh perusahaan sebagai akibat peristiwa masa lalu dari mana manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan mengalir ke perusahaan.
Kewajiban: Kewajiban adalah kewajiban kini perusahaan yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaian yang diharapkan dapat mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan ', yaitu, aset.
Ekuitas: Ekuitas kepentingan sisa atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban di bawah model Sejarah Akuntansi Biaya. Ekuitas juga dikenal sebagai pemilik modal. Di bawah unit daya beli model ekuitas konstan nilai riil konstan dari ekuitas.

Kinerja keuangan suatu perusahaan terutama disediakan dalam sebuah pernyataan pendapatan atau laba rugi akun. Elemen-elemen dalam laporan laba rugi atau unsur-unsur yang mengukur kinerja keuangan adalah sebagai berikut:
Pendapatan: kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau perangkat tambahan aset, atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas. Namun, tidak termasuk kontribusi yang dibuat oleh peserta ekuitas, yaitu, pemilik, mitra dan pemegang saham.
Beban: penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar, atau depletions incurrences aset atau kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas.

Pendapatan dan beban diukur dalam satuan moneter nominal dengan model Sejarah dan Akuntansi Biaya dalam unit daya beli konstan (disesuaikan dengan inflasi) di bawah Unit Konstan model Power Pembelian.



4.         Pengakuan unsur laporan keuangan
Item diakui dalam laporan keuangan pada saat:
-          Itu kemungkinan manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke atau dari suatu entitas.
-          Sumber daya yang dapat diukur dengan andal - jika asumsi unit pengukuran yang stabil diterapkan di bawah model Historicald Akuntansi Biaya: yaitu diasumsikan bahwa unit moneter rekening (mata uang fungsional) benar-benar stabil (nol inflasi atau deflasi), yang hanya diasumsikan bahwa tidak ada inflasi atau deflasi yang pernah, dan item dinyatakan dengan Biaya asli Sejarah mereka nominal dari tanggal yang sebelumnya: 1 bulan, 1 tahun, 10 atau 100 atau 200 atau lebih tahun sebelumnya, yaitu asumsi unit pengukuran yang stabil diterapkan barang-barang seperti saham, saldo laba, cadangan modal, semua item lainnya dalam ekuitas pemegang saham, semua item dalam Laporan Pendapatan Komprehensif (kecuali gaji, upah, sewa, dll, yang disesuaikan dengan inflasi per tahun), dll

Di bawah Unit Konstan model Power Purchasing, semua item nilai konstan riil non-moneter yang disesuaikan dengan inflasi selama inflasi yang rendah dan deflasi, yakni semua item dalam Pernyataan Pendapatan Komprehensif, semua item dalam ekuitas, Piutang, Hutang Usaha, semua non-moneter hutang, seluruh piutang non-moneter, ketentuan, dll

5.         Pengukuran Unsur Laporan Keuangan
Par. 99. Pengukuran adalah proses penentuan jumlah moneter di mana elemen-elemen laporan keuangan harus diakui dan dicatat di neraca dan laporan laba rugi. Hal ini melibatkan pemilihan dasar pengukuran tertentu.

Par. 100. Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda yang digunakan untuk derajat yang berbeda dan dalam berbagai kombinasi dalam laporan keuangan. Mereka adalah sebagai berikut:
(A) Sejarah biaya. Aset dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar pertimbangan yang diberikan untuk mendapatkan mereka pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima dalam pertukaran untuk kewajiban, atau dalam beberapa kondisi (misalnya, pajak penghasilan), pada jumlah kas atau setara kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam kegiatan usaha normal.
(B) biaya kini. Aset dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang harus dibayarkan jika sama atau setara aset diperoleh saat ini. Kewajiban dicatat sebesar jumlah tak terdiskonto setara kas atau kas yang akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban saat ini.
(C) Realisable (settlement) nilai.
 Aset dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang saat ini dapat diperoleh dengan menjual aset dalam pembuangan teratur. Aset dicatat sebesar nilai sekarang dari diskonto arus kas masa depan yang bersih yang item diharapkan untuk menghasilkan dalam kegiatan usaha normal. Kewajiban dicatat sebesar nilai diskonto sekarang dari arus kas masa depan bersih yang diharapkan akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam kegiatan usaha normal.

Par. 101. Dasar pengukuran yang paling umum diterapkan oleh entitas dalam penyusunan laporan keuangan adalah konsep biaya perolehan. Hal ini biasanya dikombinasikan dengan pengukuran lainnya. Misalnya, persediaan biasanya dicatat pada nilai terendah antara harga perolehan dan nilai realisasi bersih, surat berharga dapat dilakukan pada nilai pasar dan kewajiban pensiun dicatat sebesar nilai kini mereka. Selain itu, beberapa entitas menggunakan konsep biaya saat ini sebagai respon terhadap ketidakmampuan dari model akuntansi biaya historis untuk mengatasi dampak perubahan harga aktiva non-moneter.

Konsep Pemeliharaan Modal dan Modal
Perbedaan utama antara US GAAP dan IFRS adalah kenyataan bahwa tiga konsep fundamental berbeda modal dan pemeliharaan modal dasar dalam IFRS sementara US GAAP hanya kuasa dua konsep modal dan pemeliharaan modal selama inflasi yang rendah dan deflasi: (1) pemeliharaan modal fisik dan ( 2) pemeliharaan modal dalam unit moneter nominal (Biaya Perolehan tradisional Akuntansi) sebagaimana tercantum dalam Nominal 45-48 dalam konseptual FASB Satement N º 5. US GAAP tidak mengakui konsep sepertiga modal dan pemeliharaan modal selama inflasi yang rendah dan deflasi, yaitu, pemeliharaan modal dalam unit daya beli konstan seperti yang berwenang di IFRS dalam Kerangka, Nominal 104 (a) pada tahun 1989.
  1. Konsep Modal
Par. 102. Konsep keuangan modal diadopsi oleh entitas yang paling dalam penyusunan laporan keuangan mereka. Di bawah konsep pembiayaan modal, seperti uang yang diinvestasikan atau daya beli yang diinvestasikan, modal adalah sinonim dengan aktiva bersih atau ekuitas entitas. Dalam konsep modal fisik, seperti operasi kemampuan, modal dianggap sebagai kapasitas produktif dari entitas didasarkan pada, misalnya, unit output per hari.


Par. 103. Pemilihan konsep yang tepat modal oleh entitas harus didasarkan pada kebutuhan pengguna laporan keuangan. Dengan demikian, konsep pembiayaan modal harus diadopsi jika pengguna laporan keuangan terutama berkaitan dengan pemeliharaan modal yang diinvestasikan nominal atau daya beli modal yang diinvestasikan. Namun, jika perhatian utama pengguna adalah dengan kemampuan operasi entitas, konsep fisik modal harus digunakan. Konsep yang dipilih menunjukkan tujuan yang akan dicapai dalam menentukan laba, meskipun mungkin ada pengukuran beberapa kesulitan dalam membuat konsep operasional.

  1. Konsep Pemeliharaan Modal dan Penentuan Laba
Par. 104. Konsep modal dalam ayat 102 menimbulkan konsep pemeliharaan modal berikut:
(A) Keuangan pemeliharaan modal. Dalam konsep ini keuntungan yang diperoleh jika nilai (atau uang) keuangan aktiva bersih pada akhir periode melebihi nilai (atau uang) keuangan aktiva bersih pada awal periode, setelah tidak termasuk distribusi kepada, dan kontribusi dari, pemilik selama periode berjalan. Keuangan pemeliharaan modal dapat diukur dalam satuan moneter baik nominal atau unit daya beli konstan.

(B) pemeliharaan modal fisik. Dalam konsep ini keuntungan yang diperoleh hanya jika kapasitas produktif fisik (atau kemampuan operasi) dari entitas (atau sumber daya atau dana yang dibutuhkan untuk mencapai kapasitas) pada akhir periode melebihi kapasitas produktif fisik pada awal periode , setelah tidak termasuk distribusi kepada, dan kontribusi dari, pemilik selama periode berjalan.

Konsep modal dalam ayat 102 menimbulkan tiga konsep berikut modal selama inflasi yang rendah dan deflasi:
(A) modal fisik. Lihat ayat 102 & 103
(B) modal nominal keuangan. Lihat ayat 104
(C) modal daya beli Konstan keuangan.Lihat ayat 104. 

Konsep modal dalam ayat 102 menimbulkan tiga konsep berikut pemeliharaan modal selama inflasi yang rendah dan deflasi:
(1) pemeliharaan modal fisik: opsional selama inflasi yang rendah dan deflasi. Model Akuntansi Biaya Lancar ditentukan oleh IFRS. Lihat Par 106.
(2) Keuangan pemeliharaan modal dalam unit moneter nominal (Historical akuntansi biaya): disahkan oleh IFRS tetapi tidak ditentukan-opsional selama inflasi yang rendah dan deflasi. Lihat Par 104 (a) akuntansi biaya historis. Keuangan pemeliharaan modal dalam unit moneter nominal per se selama inflasi dan deflasi adalah kekeliruan: tidak mungkin untuk mempertahankan nilai riil modal konstan dengan pengukuran dalam satuan moneter nominal per se selama inflasi dan deflasi.
(3) Keuangan pemeliharaan modal dalam unit daya beli konstan (Constant Item Daya Beli Akuntansi): disahkan oleh IFRS tetapi tidak ditentukan-opsional selama inflasi yang rendah dan deflasi. Lihat 104 Par (a). Keuangan pemeliharaan modal dalam unit daya beli konstan diatur dalam IAS 29 [3] selama hiperinflasi: yaitu Konstan Purchasing Power Akuntansi - CPPA [5] Hanya modal pemeliharaan keuangan dalam unit daya beli konstan per se secara otomatis dapat mempertahankan nilai riil. konstan selama inflasi dan deflasi di semua entitas keuangan modal yang setidaknya impas-ceteris paribus-untuk waktu yang tidak terbatas. Ini akan terjadi apakah entitas memiliki aset tetap revaluable atau tidak dan tanpa kebutuhan modal lebih atau keuntungan saldo tambahan untuk sekedar menjaga nilai riil yang ada konstan yang ada ekuitas konstan. Keuangan pemeliharaan modal dalam unit daya beli konstan membutuhkan perhitungan dan akuntansi kerugian moneter bersih dan keuntungan dari memegang item moneter selama inflasi yang rendah dan deflasi. Perhitungan dan akuntansi kerugian dan keuntungan moneter bersih selama inflasi yang rendah dan deflasi yang demikian telah resmi di IFRS sejak tahun 1989.

Par. 105. Konsep pemeliharaan modal berkaitan dengan bagaimana suatu entitas mendefinisikan modal yang itu berusaha untuk mempertahankan. Ini memberikan hubungan antara konsep modal dan konsep keuntungan karena memberikan titik acuan dimana keuntungan diukur, yang merupakan prasyarat untuk membedakan antara return entitas pada modal dan kembalinya modal, arus masuk hanya aset di kelebihan jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan modal dapat dianggap sebagai keuntungan dan karena itu sebagai pengembalian modal. Oleh karena itu, keuntungan adalah jumlah sisa yang tersisa setelah biaya (termasuk penyesuaian pemeliharaan modal, bila sesuai) telah dikurangi dari pendapatan. Jika biaya melebihi pendapatan jumlah sisa kerugian.

Par. 106. Konsep pemeliharaan modal fisik memerlukan adopsi konsep biaya saat pengukuran. Konsep pemeliharaan modal keuangan, bagaimanapun, tidak memerlukan penggunaan dasar pengukuran tertentu. Pemilihan dasar sesuai konsep ini tergantung pada jenis modal keuangan yang entitas berusaha untuk mempertahankan.

Par. 107. Perbedaan utama antara dua konsep pemeliharaan modal adalah perlakuan terhadap dampak perubahan harga aktiva dan kewajiban entitas. Secara umum, suatu entitas telah mempertahankan modal jika memiliki modal banyak di akhir periode seperti yang pada awal periode. Setiap jumlah di atas dan di atas yang dibutuhkan untuk mempertahankan modal pada awal periode adalah laba.

Par. 108. Di bawah konsep pemeliharaan modal keuangan di mana modal didefinisikan dalam satuan moneter nominal, laba mencerminkan peningkatan modal uang nominal selama periode tersebut. Jadi, kenaikan harga aset yang dimiliki selama jangka waktu konvensional disebut sebagai holding gains, adalah, konseptual, keuntungan. Mereka mungkin tidak diakui sebagai tersebut, namun, sampai dengan aktiva tersebut dijual dalam transaksi bursa. Ketika konsep pemeliharaan modal keuangan didefinisikan dalam unit daya beli yang konstan, keuntungan merupakan kenaikan daya beli diinvestasikan selama periode tersebut. Jadi, hanya bagian dari kenaikan harga aset yang melebihi kenaikan tingkat harga umum dianggap sebagai keuntungan. Sisa dari kenaikan tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian modal dan pemeliharaan, maka, sebagai bagian dari ekuitas.

Par. 109. Di bawah konsep pemeliharaan modal fisik ketika modal didefinisikan dalam hal kapasitas produktif fisik, laba mencerminkan peningkatan modal yang selama periode tersebut. Semua perubahan harga yang mempengaruhi aktiva dan kewajiban entitas dipandang sebagai perubahan dalam pengukuran kapasitas produktif fisik perusahaan; sehingga, mereka diperlakukan sebagai penyesuaian pemeliharaan modal yang merupakan bagian dari ekuitas dan bukan sebagai keuntungan.

Par. 110. Pemilihan basis pengukuran dan konsep pemeliharaan modal akan menentukan model akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan. model akuntansi yang berbeda menunjukkan perbedaan tingkat relevansi dan kehandalan dan, seperti di daerah lain, manajemen harus mencari keseimbangan antara relevansi dan keandalan. Kerangka ini berlaku untuk berbagai model akuntansi dan memberikan pedoman penyusunan dan penyajian laporan keuangan dibangun di bawah model yang dipilih. Pada saat ini, ia tidak bermaksud Dewan IASC untuk meresepkan model tertentu selain dalam keadaan luar biasa, seperti untuk entitas pelaporan dalam mata uang ekonomi hyperinflationary. Niat ini akan, bagaimanapun, akan ditinjau dalam terang perkembangan dunia. [6]



Persyaratan IFRS
IFRS laporan keuangan terdiri dari (IAS1.8)
1.      Pernyataan Posisi Keuangan
2.      Pernyataan Pendapatan Komprehensif atau dua laporan terpisah yang terdiri dari suatu Laporan Laba Rugi dan terpisah Pernyataan Pendapatan Komprehensif, yang menyatukan Laba atau Rugi pada laporan laba rugi terhadap total pendapatan komprehensif
3.      Pernyataan Perubahan Ekuitas (SOCE)
4.      Pernyataan atau Arus Kas Laporan Arus Kas
5.      catatan, termasuk ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan

Informasi komparatif diperlukan untuk periode pelaporan sebelumnya (IAS 1,36). Sebuah entitas mempersiapkan rekening IFRS untuk pertama kalinya harus menerapkan IFRS secara penuh untuk periode berjalan dan komparatif walaupun ada pengecualian transisi (IFRS1.7).

Pada tanggal 6 September 2007, IASB menerbitkan revisi IAS 1 Penyajian Laporan Keuangan. Perubahan utama dari versi sebelumnya adalah untuk mensyaratkan bahwa suatu entitas harus:
  • Hadir semua perubahan non-pemilik dalam ekuitas (yaitu, 'pendapatan komprehensif') baik dalam satu Laporan pendapatan komprehensif atau dalam dua pernyataan (pernyataan pendapatan yang terpisah dan laporan pendapatan komprehensif). Komponen dari pendapatan komprehensif tidak dapat disajikan dalam Laporan perubahan ekuitas.
  • Menyajikan laporan posisi keuangan (neraca) pada awal periode komparatif paling awal dalam satu set lengkap laporan keuangan ketika entitas menerapkan standatd baru.
  • Menyajikan laporan arus kas.
  • Melakukan pengungkapan yang diperlukan dengan cara catatan.

Revisi IAS 1 yang efektif untuk periode tahunan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2009. Awal adopsi diperbolehkan.

proyek IASB saat ini
Sebagian besar pekerjaan adalah. Diarahkan pada konvergensi dengan US GAAP.



Adopsi IFRS
IFRS digunakan di banyak bagian dunia, termasuk Uni Eropa, Hong Kong, Australia, Malaysia, Pakistan, negara-negara GCC, Rusia, Afrika Selatan, Singapura, dan Turki. Sejak 27 Agustus 2008, lebih dari 113 negara di seluruh dunia, termasuk seluruh Eropa, saat ini membutuhkan atau mengizinkan IFRS pelaporan. Sekitar 85 dari negara-negara memerlukan pelaporan IFRS untuk semua, perusahaan-perusahaan domestik yang terdaftar. Selain itu, AS juga gearing terhadap IFRS. SEC di AS secara perlahan tapi semakin bergeser dari hanya membutuhkan US GAAP ke IFRS menerima dan kemungkinan besar akan menerima standar IFRS dalam jangka panjang.

Hal ini umumnya diharapkan bahwa adopsi IFRS di seluruh dunia akan bermanfaat bagi investor dan pengguna lain laporan keuangan, dengan mengurangi biaya membandingkan investasi alternatif dan meningkatkan kualitas informasi Perusahaan-perusahaan. Juga diharapkan dapat memberikan manfaat, karena investor akan lebih bersedia memberikan pembiayaan Namun, Ray J. Ball telah mengungkapkan beberapa keraguan dari biaya keseluruhan dari standar internasional;. ia berpendapat bahwa penegakan standar bisa lemah, dan perbedaan regional dalam akuntansi bisa menjadi dikaburkan balik label. Dia juga menyatakan keprihatinan tentang penekanan nilai wajar IFRS dan pengaruh akuntan dari daerah non-umum-hukum, di mana kerugian telah diakui secara kurang tepat waktu.
 
       
Adopsi IFRS untuk Daya Saing di Masa Depan
Thursday, January 28th, 2010
oleh : Neviana konsultan di sebuah firma penasihat bisnis global di Jakarta.

Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan keuangan merupakan produk utama dalam mekanisme pasar modal. Efektivitas dan ketepatan waktu dari informasi keuangan yang transparan yang dapat dibandingkan dan relevan dibutuhkan oleh semua stakeholder (pekerja, suppliers, customers, institusi penyedia kredit, bahkan pemerintah). Para stakeholder ini bukan sekadar ingin mengetahui informasi keuangan dari satu perusahaan saja, melainkan dari banyak perusahaan (jika bisa, mungkin dari semua perusahaan) dari seluruh belahan dunia untuk diperbandingkan satu dengan lainnya.
Pertanyaannya, bagaimana kebutuhan ini dapat terpenuhi jika perusahaan-perusahaan masih menggunakan bentuk dan prinsip pelaporan keuangan yang berbeda-beda? International Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi berkualitas tinggi dan kerangka akuntasi berbasiskan prinsip yang meliputi penilaian profesional yang kuat dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu, dan akuntansi terkait transaksi tersebut. Dengan demikian, pengguna laporan keuangan dapat dengan mudah membandingkan informasi keuangan entitas antarnegara di berbagai belahan dunia.
Implikasinya, mengadopsi IFRS berarti mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global yang akan membuat suatu perusahaan dapat dimengerti oleh pasar global. Suatu perusahaan akan memiliki daya saing yang lebih besar ketika mengadopsi IFRS dalam laporan keuangannya. Tidak mengherankan, banyak perusahaan yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal global.
Di dunia internasional, IFRS telah diadopsi oleh banyak negara, termasuk negara-negara Uni Eropa, Afrika, Asia, Amerika Latin dan Australia. Di kawasan Asia, Hong Kong, Filipina dan Singapura pun telah mengadopsinya. Sejak 2008, diperkirakan sekitar 80 negara mengharuskan perusahaan yang telah terdaftar dalam bursa efek global menerapkan IFRS dalam mempersiapkan dan mempresentasikan laporan keuangannya.
Dalam konteks Indonesia, konvergensi IFRS dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin daya saing nasional. Perubahan tata cara pelaporan keuangan dari Generally Accepted Accounting Principles (GAAP), PSAK, atau lainnya ke IFRS berdampak sangat luas. IFRS akan menjadi kompetensi wajib-baru bagi akuntan publik, penilai (appraiser), akuntan manajemen, regulator dan akuntan pendidik. Mampukah para pekerja accounting menghadapi perubahan yang secara terus-menerus akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar global terhadap informasi keuangan? Bagaimanakah persiapan Indonesia untuk IFRS ini?
Sejak 2004, profesi akuntan di Indonesia telah melakukan harmonisasi antara PSAK/Indonesian GAAP dan IFRS. Konvergensi IFRS diharapkan akan tercapai pada 2012. Walaupun IFRS masih belum diterapkan secara penuh saat ini, persiapan dan kesiapan untuk menyambutnya akan memberikan daya saing tersendiri untuk entitas bisnis di Indonesia.
Dengan kesiapan adopsi IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap dan mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi (M&A), lintas negara. Tercatat sejumlah akuisisi lintas negara telah terjadi di Indonesia, misalnya akuisisi Philip Morris terhadap Sampoerna (Mei 2005), akuisisi Khazanah Bank terhadap Bank Lippo dan Bank Niaga (Agustus 2005), ataupun UOB terhadap Buana (Juli 2005). Sebagaimana yang dikatakan Thomas Friedman, “The World is Flat”, aktivitas M & A lintas negara bukanlah hal yang tidak lazim. Karena IFRS dimaksudkan sebagai standar akuntansi tunggal global, kesiapan industri akuntansi Indonesia untuk mengadopsi IFRS akan menjadi daya saing di tingkat global. Inilah keuntungan dari mengadopsi IFRS.
Bagi pelaku bisnis pada umumnya, pertanyaan dan tantangan tradisionalnya: apakah implementasi IFRS membutuhkan biaya yang besar? Belum apa-apa, beberapa pihak sudah mengeluhkan besarnya investasi di bidang sistem informasi dan teknologi informasi yang harus dipikul perusahaan untuk mengikuti persyaratan yang diharuskan. Jawaban untuk pertanyaan ini adalah jelas, adopsi IFRS membutuhkan biaya, energi dan waktu yang tidak ringan, tetapi biaya untuk tidak mengadopsinya akan jauh lebih signifikan. Komitmen manajemen perusahaan Indonesia untuk mengadopsi IFRS merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan daya saing perusahaan Indonesia di masa depan.

21 Negara di Bali Bahas Dampak IFRS
Sabtu, 21 Mei 2011 23:04 WIB | 1983 Views
Denpasar (ANTARA News) - Sekitar 300 peserta dari 21 negara, termasuk Amerika Serikat, Australia, Jepang dan China, akan membahas adopsi standar akuntansi internasional (IFRS) di Bali, dengan tuan rumah Ikatan Akuntan Indonesia.
Kegiatan bertajuk "The 5th IFRS Regional Policy Forum 2011" yang dijadwalkan berlangsung Senin-Selasa (23-24/5), direncanakan dibuka oleh Wakil Presiden Boediono, demikian panitia kegiatan tersebut dalam penjelasan disampaikan kepada ANTARA di Denpasar, Sabtu.
Ketua DPN Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Prof Mardiasmo menjelaskan konvergensi IFRS telah menjadi fenomena global, karena semakin banyak negara yang mengadopsi standar akuntansi internasional tersebut.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI), telah memulai proses konvergensi itu sejak 2009 dan bertekad menyelesaikannya pada 2012. Namun, suksesnya penerapan standar akuntansi internasional dalam suatu negara, tidak lepas dari peran pasar modal, otoritas perpajakan dan regulator lainnya. Oleh sebab itu, sangat penting untuk mendiskusikan bagaimana strategi dan dampak dari konvergensi IFRS ini terhadap suatu negara.
"Kegiatan ini sangat penting dan strategis bagi Indonesia, karena kita bisa menceritakan kepada dunia, bagaimana perkembangan konvergensi IFRS di negeri ini," kata Mardiasmo.
Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh IAI, namun mendapatkan dukungan besar dari pemerintah Indonesia. "Hal itu juga dapat menunjukkan kepada dunia, bahwa pemerintah kita sangat mendukung konvergensi IFRS," ucapnya.
Kegiatan tahunan dalam wilayah Asia-Oceania itu diikuti para penyusun standar akuntansi keuangan, pembuat kebijakan, regulator dan pemerintah. Mereka akan bersama-sama berdiskusi mengenai isu-isu yang lebih luas tentang peran masing-masing pihak dalam pelaporan keuangan dan bagaimana pelaporan keuangan mempunyai dampak terhadap pembuatan kebijakan dan implementasinya.
The 5th IFRS Regional Policy Forum mendapat sambutan luar biasa dari para peserta di seluruh wilayah Asia-Ocenia dan akan dihadiri lebih dari 300 peserta dari 21 negara. Mereka merupakan perwakilan dari badan penyusun standar akuntansi, bank sentral, regulator pasar uang, regulator perpajakan, pemerintah dan bursa efek.
Ke-21 negara yang akan menghadiri forum ini adalah Australia, Selandia Baru, Malaysia, Jepang, China, Hong Kong, Singapura, Korea, Pakistan, Kamboja, India, Indonesia, Filipina, Inggris, Amerika Serikat, Irak, Makau, Myanmar, Brunei Darussalam, Thailand dan Maldives.

Beberapa topik menarik akan didiskusikan antara lain, bagiamana peran penyusun standar akuntansi lokal akibat suatu negara telah mengadopsi standar akuntansi internasional.

Apakah hal itu akan mengurangi peran penyusun standar akuntansi di setiap negara atau justru meningkatkan peran mereka sebagai mitra IASB. Indonesia, Jepang, India, Korea Selatan dan juga ketua IASB, Sir David Tweedie, akan menjadi panelis dalam sesi ini.(*) (Tz/T007/A011)
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2011
 
Indonesia Berlakukan Standar Konvergensi Akuntansi IFRS 2012
Posted by Redaksi on Mei 29, 2009 ·
Jakarta ( Berita ) : Indonesia akan memberlakukan standar akuntasi keuangan dengan menggunakan standar akuntansi internasional (Konvergensi International Financial Reporting Standard – IFRS) mulai awal 2012.
“Penerapan konvergensi IFRS dimungkinkan sangat berpengaruh terhadap iklim dunia bisnis di Indonesia,” kata Ketua Dewan Standar Akuntasi Keuangan Ikatan Akutansi Indonesia (IAI), M Jusuf Wibisana pada seminar tentang “Dampak Konvergensi IFRS terhadap Bisnis, di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, IAI memandang perlu untuk mengambil langkah-langkah sosialisasi dini kepada publik mengenai dampak konvergensi terhadap laporan keuangan dan bisnis menggunakan standar akutansi internasional.
Di sisi lain, kata dia, tujuan konvergensi IFRS ini agar laporan keuangan yang berdasarkan Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) tidak memerlukan rekonsiliasi dengan laporan berdasarkan standar internasional.
“Kalaupun ada, diupayakan hanya relatif sedikit sehingga akhirnya laporan auditor menyebut kesesuaian dengan IFRS,” katanya.Ia menjelaskan, laporan standar IFRS itu diharapkan meningkatkan kegiatan investasi secara global, memperkecil biaya modal (cost of capital) serta lebih meningkatkan transparansi perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan.
Program konvergensi IFRS ini dilakukan melalui tiga tahapan yakni tahap adopsi mulai 2008 sampai 2011 dengan persiapan akhir penyelesaian infrastruktur dan tahap implementasi pada 2012.
Sementara Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Ahmad Fuad Rahmany mengatakan program standar akutansi internasional ini sudah dicanangkan sejak Desember 2008 untuk jangka panjang.
“Namun sebagian besar perusahaan masih belum siap menggunakan standar itu, sehingga kita harapkan dalam dua tahun ke depan mereka sudah menggunakan IFRS,” katanya.
Menurutnya, badan pasar modal dunia (International Organization of Securities Commissions – IOSCO) telah mendorong Indonesia untuk menerapkan konvergensi IFRS.
“Kami tidak hanya mendukung program itu, namun sangat penting bagi kami. Karena pasar modal sudah mendunia, dimana ada transaksi di Indonesia juga berkaitan dengan investasi negara lain,” ujarnya. (ant )


Mencermati 41 point penting dalam konvergensi PSAK–IFRS sebagai langkah pemantapan dalam persiapan penerapan IFRS

Indonesia akhirnya memutuskan akan menerapkan IFRS mulai 1 Januari 2012, baik di lingkungan perusahaan maupun pemerintahan

Menurut Menkeu Sri Mulyani, konvergensi akuntansi Indonesia ke IFRS perlu didukung agar Indonesia mendapatkan pengakuan maksimal dari komunitas internasional yang sudah lama menganut standar ini. Penerapan IFRS ini sendiri secara internasional dilakukan sebagai upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan.

Menurut Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus.
  1. Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK).
  2. Kedua, mengurangi biaya SAK.
  3. Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan.
  4. Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan.
  5. Kelima, meningkatkan transparansi keuangan.
  6. Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal.
  7. Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

Tujuan Pelatihan
  1. Memahami arti pentingnya penerapan IFRS
  2. Mamahami ruang lingkup dan konsep pokok IFRS
  3. Memahami accounting treatment dalam IFRS
  4. Memahami konsep reporting dan disclosure dalam IFRS
  5. Memahami perbedaan antara IFRS dan PSAK dan konvergensi PSAK ke dalam IFRS
  6. Mendalami Financial Analysis and Interpretation dalam IFRS dan perbandingannya dengan PSAK

Siapa yang Menjadi Peserta?
Lokakarya ini diselenggarakan untuk staf / officer accounting dan finance yang ingin memiliki dasar pengetahuan yang luas mengenai best practicesbidang accounting  khususnya yang berkaitan dengan penerapan IFRS.
Metode Pelatihan
Pelatihan menggunakan metode ceramah dalam memahami konsep, dan latihan/studi kasus dalam mendalami teknik aplikasinya. Serta para peserta akan membuat action plan, untuk menentukan rencana yang akan diterapkan setelah kembali ke dunia kerja





Artikel ini mengacu kepada perbandingan IFRS dengan PSAK yang diterbitkan oleh Deloitte sampai dengan 1 Januari 2007. Sampai dengan tanggal tersebut, 28 PSAK disusun dengan mengacu kepada IAS/IFRS, 20 PSAK dikembangkan dengan mengacu kepada prinsip akuntansi Amerika Serikat, 8 PSAK dikembangkan sendiri oleh IAI, dan 1 PSAK tentang perbankan syari’ah mengacu kepada standar akuntansi yang diterbitkan oleh AAOIFI serta peraturan-peraturan terkait yang berlaku di Indonesia.


Tabel berikut meringkas referensi yang digunakan dalam pengembangan PSAK:

No.
PSAK
REFERENSI
1.
PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan (Revisi 1998)
IAS 1 (Revised 1997) Presentation of Financial Statements
2.
PSAK 2 Laporan Arus Kas (1994) (Reformat 2007)
IAS 7 (Revised 1992), Cash Flow Statements
3.
PSAK 3 Laporan Keuangan Interim (Reformat 2007)
APB Opinion No. 28 (1973), Interim Financial Statements
4.
PSAK 4 Laporan Keuangan Konsolidasi (Reformat 2007)
IAS 27 (1989) Consolidated and Separate Financial Statements
5.
PSAK 5 Pelaporan Segmen (Revisi 2000)
IAS 14 (Revised 1997) Segment Reporting
6.
PSAK 7 Hubungan Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa (Reformat 2007)
IAS 24 (1984) Related Party Disclosures
7.
PSAK 8 Peristiwa Setelah Tanggal Neraca (Revisi 2003)
IAS 10 (1978) Events after the Balance Sheet Date
8.
PSAK 10 Transaksi dalam Mata Uang Asing (Reformat 2007)
IAS 21 (Revised 1993) The Effects of Changes in Foreign Exchange Rates
9.
PSAK 11 Penjabaran Laporan keuangan Dalam Mata Uang Asing (Reformat 2007)

10.
PSAK 12 Pelaporan keuangan mengenai Bagian Partisipasi Dalam Pengendalian Bersama Operasi dan Aset
IAS 31 (Revised 1990) Financial Reporting of Interests in Joint Ventures
11.
PSAK 13 Properti Investasi (yang berlaku sekarang Revisi 2007)
IAS 25 (1986) Accounting for Investments
12.
PSAK 14 Persediaan (Reformat 2007)
IAS 2 (Revised 1993) Inventories
13.
PSAK 15 Akuntansi Untuk Investasi Dalam Perusahaan Asosiasi (Reformat 2007)
IAS 28 (Revised 1989) Accounting for Investments in Associates
14.
PSAK 16 Aset Tetap (yang berlaku sekarang Revisi 2007)
IAS 16 (Revised 1993) Property, Plant, and Equipment
15.
PSAK 18 Akuntansi Dana Pensiun
  • IAS 26 (1987) Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plans
  • Peraturan-peraturan tentang dana pension di Indonesia, terutama UU No. 11/1992)
16.
PSAK 19 Aset Tidak Berwujud (Revisi 2000)
IAS 38 (1998) Intangible Assets
17.
PSAK 21 Akuntansi Ekuitas
Peraturan-peraturan yang mengatur perseroan di Indonesia serta beberapa SFAS mengenai akuntansi ekuitas
18.
PSAK 22 Akuntansi Penggabungan Usaha (Reformat 2007)
IAS 22 (Revised 1993) Accounting for Business Combinations
19.
PSAK 23 Pendapatan (Reformat 2007)
IAS 18 (1993) Revenue
20.
PSAK 24 Imbalan Kerja (Revisi 2004)
IAS 19 (Revised 2000) Employee Benefits
21.
PSAK 25 Laba Atau Rugi Bersih Untuk Periode Berjalan,Kesalahan Mendasar,dan Perubahan Kebijakan Akuntansi (Reformat 2007)
IAS 8 (Revised 1993) Net Profit or Loss for the Period, Fundamental Errors, and Changes in Accounting Policies
22.
PSAK 26 Biaya Pinjaman (Revisi 1997) (Reformat 2007)
IAS 23 (Revised 1993) Borrowing Costs
23.
PSAK 27 Akuntansi Perkoperasian (Revisi 1998) (Reformat 2007)
Peraturan-peraturan mengenai koperasi di Indonesia
24.
PSAK 28 (Revisi 1996) Akuntansi AsuransiI Kerugian
  • SFAS 60, 91, 97, 113, 120
  • Peraturan-peraturan mengenai asuransi di Indonesia
25.
PSAK 29 Akuntansi Minyak dan Gas Bumi
  • SFAS 19, 25, 69
  • Peraturan-peraturan mengenai migas di Indonesia
26.
PSAK 30 Sewa (yang berlaku sekarang Revisi 2007)
  • SFAS 13
  • Peraturan-peraturan mengenai sewaguna di Indonesia
27.
PSAK 31 Akuntansi Perbankan (Revisi 2000)
  • IAS 30 (1990) Disclosures in the Financial Statements of Banks and Similar Financial Institutions
  • Bank for International Settlement (BIS)
  • Peraturan-peraturan mengenai perbankan di Indonesia
28.
PSAK 32 Akuntansi Kehutanan
Peraturan-peraturan mengenai kehutanan di Indonesia
29.
PSAK 33 Akuntansi Pertambangan Umum
Peraturan-peraturan mengenai pertambangan di Indonesia
30.
PSAK 34 Akuntansi kontrak Kontruksi
IAS 11 (Revised 1993) Accounting for Construction Contracts
31.
PSAK 35 Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi
Peraturan-peraturan mengenai telekomunikasi di Indonesia
32.
PSAK 36 Akuntansi Asuransi Jiwa
  • SFAS 60, 81, 91, 97, 113, 120
  • Peraturan-peraturan mengenai asuransi jiwa di Indonesia
33.
PSAK 37 Akuntansi penyelenggaraan Jalan tol (Reformat 2007)
Peraturan-peraturan mengenai manajemen jalan tol di Indonesia
34.
PSAK 38 Akuntansi Restrukturisasi Ekuitas Sepengendali (Revisi 2004)
APB 16, 29
35.
PSAK 39 Akuntansi kerjasama Operasi (Reformat 2007)
Peraturan-peraturan mengenai kerjasama operasi di Indonesia
36.
Psak 40 Akuntansi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan/Perusahaan Asosiasi
Beberapa prinsip akuntansi Amerika Serikat
37.
PSAK 41 Akuntansi Waran (Reformat 2007)
  • APB Opinion No. 14 (1969) Accounting for Convertible Debt and Debt Issued with Stock Purchase Warrants
  • Peraturan-peraturan BAPEPAM-LK di Indonesia
38.
PSAK 42 Akuntansi Perusahaan Efek (Reformat 2007)
  • SFAS 12
  • Peraturan-peraturan BAPEPAM-LK di Indonesia
39.
PSAK 43 Akuntansi Anjak Piutang (Reformat 2007)
  • SFAS 77 Reporting by Transferor for Transfers of Receivables with Recourse
  • Peraturan-peraturan BAPEPAM-LK di Indonesia
40.
PSAK 44 Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estat (Reformat 2007)
SFAS 66 Accounting for Sales of Real Estate
41.
PSAK 45 Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba (Reformat 2007)
SFAS 117 Financial Statements of Not-for-Profit Organizations
42.
PSAK 46 Akuntansi Pajak Penghasilan (Reformat 2007)
IAS 12 (1996) Income Taxes
43.
PSAK 47 Akuntansi Tanah
Peraturan-peraturan pertanahan di Indonesia
44.
PSAK 48 Penurunan Nilai Aset
IAS 36 (1998) Impairment of Assets
45.
PSAK 49 Akuntansi Reksa Dana
Peraturan-peraturan mengenai reksa dana di Indonesia
46.
PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan (saat ini yang berlaku Revisi 2006)
SFAS No. 115 Accounting for Certain Investments in Debt and Equity Securities
47.
PSAK 51 Akuntansi Kuasi-Reorganisasi (Revisi 2003)
ARB 43, Ch. 7 Capital Accounts, Section A: Quasi Reorganizations or Corporate Readjustment
48.
PSAK 52 Mata Uang Pelaporan
SFAS No. 52 Foreign Currency Translation
49.
PSAK 53 Akuntansi Kompensasi Berbasis Saham
SFAS 123 Accounting for Stock-Based Compensation
50.
PSAK 54 Akuntansi Restrukturisasi Utang-Piutang Bermasalah
SFAS 15 Accounting by Debtors and Creditors for Troubled Debt Restructuring
51.
PSAK 55 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran (saat ini yang berlaku Revisi 2006)
SFAS 133 Accounting for Derivatives Instruments and Hedging Activities
52.
PSAK 56 Laba Per Saham (LPS)
IAS 33 (1997) Earnings per Share
53.
PSAK 57 Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aset Kontijensi
IAS 37 (1998) Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets
54.
PSAK 58 Operasi Dalam Penghentian
IAS 35 (1998) Discontinuing Operations
55.
PSAK 59 Akuntansi Perbankan Syariah
  • Fatwa MUI
  • Rerangka Konseptual untuk Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan untuk Transaksi Syari’ah
  • Standar akuntansi yang diterbitkan oleh AAOIFI.
Catatan:
  • PSAK yang dicoret menunjukkan bahwa PSAK tersebut sudah direvisi dan tidak lagi berlaku. Sebagian revisi mungkin sudah konvergen dengan IFRS/IAS.












Komentar