Makalah : LABA vs KINERJA


1.        Jenis Laba
Saat ini dunia telah menghadapi krisis global yang berkelanjutan, yang memaksa perusahaan agar menjaga kelangsungan hidup perusahaan dan dapat bersaing dengan perusahaan lain. Untuk melakukan aktivitas, perusahaan membutuhkan dana atau modal baik yang diperoleh dari investor maupun kreditur. Oleh sebab itu perusahaan akan menunjukkan kinerja yang baik, yang dapat diukur dari laba yang diperoleh perusahaan. Agar dapat bersaing, perusahaan dihadapkan pada kondisi agar lebih transparan mengungkapkan data atau informasi dalam laporan keuangan, sehingga akan membantu para pengambil keputusan dalam mengantisipasi kondisi yang tidak diinginkan.

Laba adalah salah satu hal yang paling penting dalam sebuah perusahaan, Laba terdiri atas beberapa jenis, yaitu :


1.    Laba kotor, Laba kotor adalah selisih dari hasil penjualan dengan harga pokok penjualan
2.    Laba Operasional, Laba Operasional merupakan hasil dari aktivitas-aktivitas yang termasuk rencana perusahaan kecuali ada perubahan-perubahan besar dala perekonomiannya, dapat diharapkan akan dicapai setiap tahun. Oleh karenanya, angka ini menyatakan kemampuan perusahaan untuk hidup dan mencapai laba yang pantas sebagai jasa pada pemilik modal.
3.    Laba sebelum dikurangi pajak atau EBIT (Earning Before Tax) , Laba sebelum dikurangi pajak merupakan laba operasi ditambah hasil dan biaya diluar operasi biasa. Bagi pihak-pihak tertentu terutama dalam hal pajak, angka ini adalah yang terpenting karena jumlah ini menyatkan laba yang pada akhirnya dicapai perusahaan.
4.    Laba Setelah Pajak Atau Laba Bersih, Laba Bersih adalah laba setelah dikurangi berbagai pajak. Laba dipindahkan kedalam perkiraan laba ditahan. Dari perkiraan laba ditahan ini akan diambil sejumlah tertentu untuk dibagikan sebagai Deviden kepada para pemegang saham.
Pengertian Laba Menurut Suwardjono (2008 : 464) laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan menghasilkan barang dan jasa. Ini berarti laba merupakan kelebihan pendapatan diatas biaya (biaya total yang melekat kegiatan produksi dan penyerahan barang / jasa)

2.        Manajemen Laba dan Kualitas Laba
Berbicara tentang kualitas laba akan berhubungan dengan bagaimana laba itu “dihasilkan”. “dihasilkan” berarti laba tersebut merupakan suatu bentuk hasil pertanggungjawaban penyusun laporan keuangan, dalam hal ini manajemen perusahaan. Hal ini berarti laba yang dilaporkan perusahaan adalah hasil dari penggunaan teknik-teknik pelaporan tertentu yang dipilih oleh manajemen perusahaan. Teknik-teknik itulah yang umumnya disebut manajemen laba (earning management).
Manajemen laba sebenarnya adalah hal yang wajar dilakukan di setiap perusahaan, bisa dipastikan setiap perusahaan pasti melakukan manajemen laba. namun, seiring dengan terjadinya kecurangan-kecurangan dalam pelaporan keuangan (financial reporting), earning management menjadi bermakna negatif. Ortega and Grant (2003) menyatakan bahwa earning management menggunakan fleksibilitas dalam pelaporan keuangan untuk menghasilkan angka-angka yang berbeda. Bisa dikatakan, penyaji laporan keuangan akan mencari berbagai fleksibilitas untuk menyajikan angka-angka yang sesuai dengan keinginan mereka. Dengan kata lain, angka-angka yang dihasilkan lebih menunjukkan sesuatu yang diinginkan oleh penyusun ketimbang menyajikan yang sesungguhnya.
Perlu kita ingat dalam kerangka Pernyataan Standar Akuntansi, laporan keuangan akan digunakan berbagai pihak. antara lain investor, kreditor, ataupun masyarakat. Bagi investor dan Kreditor, laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi dalam pengambilan keputusan. Misalnya, apakah mereka akan berinvestasi pada perusahaan tersebut? Berapa yang akan diinvestasikan? Apakah mereka akan memberikan pinjaman? Dsb
Bagi masyarakat bisa berfungsi sebagai dasar penilaian secara umum mengenai kinerja perusahaan, jika informasi ini tidak menyajikan yang sesunggunya, maka keputusan yang diambil bisa juga salah
Pertanyaan yang tentunya akan muncul adalaha kenapa manajemen harus memanage laba? Ada beberapa alasan yang diungkapkan Abdelghany (2005).
·            Memperoleh hasil analisa yang bagus
Laporan keuangan seringkali juga dibaca oleh analis. Kompnen yang biasanya dilihat adalah pendapatan dan laba operasional. Setiap perusahaan tentunya ingin memperoleh hasil analisa yang baik..apalagi jika hasil analisa tersebut akan dipublikasikan. Biasanya hal ini lebih berkaitan dengan laporan yang sifatnya periodik (bukan laporan keuangna tahunan), Misalnya analisa yang dilakukan oleh Koran atau majalah keuangan mengenai quarter report perusahaan tertentu tentunya perusahaan ingin memeproleh hasil yang baik, sehingga seringkali mereka memanipulasi penjualan ataupun laba mereka untuk menunjukkan kinerja periode berjalan yang baik.. di artikelnya, Abdelghany (2005) juga menyebutkan bahwa beberapa perusahaan seperti Coca Cola tidak lagi menyediakan laporan quarter karena menurut mereka itu akan mengalihkan focus mereka ke perkiraan perkiraan jangka pendek dan justru mengabaikan stragtegi jangka panjang mereka.
·            Menghindari pelanggaran perjanjian utang
Ada beberap perjanjian utang yang didasarkan pada jumlah laba tertentu. Misalnya perjanjian untuk menyediakan fasilitas tertentu, selama laba perusahaan berada pada persentase tertentu dari total penjualan. Apabila angka tersebut tidak tercapai, maka perushaaan akan dikenai penalty tertentu. Apabila angka tersebut tidak tercapi, maka perusahaan akan berusaha mencari cara tertentu dengna melakukan manajemen laba agar tercapai angka tersebut dan terhindar dari penalty.
·            Alasan politis
Bisanya berlaku untuk perusahaan-perusahaan yang dapat diintervensi oleh pemerintah. Misalnya perusahaan gas atau minyak jika pendapatan perusahaan minyak menunjukkan angka yang tinggi bisa terjadi pemerintah akan campur tangan untuk menurunkan harga mereka, atau bisa jadi mereka dikenai pajak tambahan karena jumlah penjualan yang terlalu tinggi.
·            Memperoleh tren laba yang mulus atau stabil
Pendapatan dan laba yang stabil lebih disukai oleh investor karna menunjukkan bahwa perusahaan mampu menunjukkan kinerja yang stabil sehingga mereka mampu memprediksikan apa yang akan terjadi pada waktu waktu mendatang…
·            Penilaian kinerja dan kompensasi manajemen
Laba adalah salah satu bentuk kinerja manajemen. Laba yang baik akan menaikkan kinerja manajemen, dan tentunya bonus mereka.
·            Pergantian manajemen
Bisa juga dikatikan dengna penilaian kinerja. Manajer lama akan berusaha menunjukkan laba yang baik agar tidak diganti. Tetapi apabila diganti, bisa juga terjadi, manajer yang baru akan menyisihkan sebagian dari laba tahun berjalan. Dengan demikian laba menjadi lebih rendah. Laba yang rendah tersebut dapat disalahkan ke manajer yang lama. Di kemudian hari, laba yang telah disisihkan, dapat ditambhakan pada laba tahun yang akan datang, sehingga menunjukkan terjadinya peningkatan laba, tentunya peningkatna dalam kinerja manajemen baru…

Beriktunya adalah bagiamana melakukan manajemen laba:
·            Menaikkan laba (income increasing)
Dapat dilakukan misalnya dengan “simpanan” laba tahun sebelumnya ditambhakan ke laba peridoe berjalan. Dapat juga dilakukan dengan mengakui penjualan yang seharusnya masuk dalam penjualan tahun depan kedalam penjualan tahun berjalan
·            Menurunkan laba (income decreasing)
Misalnya dengan meyisihkan laba, menaikkan biaya tahun berjalan



·            Big bath
Pendapatan tahun berjalan “direndahkan” secara ektrim, dan pendapatan tersbut dtambahkan pada periode selanjutnya sehingga menunjukkan peningkatan atau pemulihan yang sangat baik.
·            Cookie jar
Inilah yang disebut dengan menyisihkan. Dan hasil penyisihan tersebut ditambakan ke periode periode yang labanya relative rendah disbanding tahun sebelumnya.
·            Materialitas
Maeterialitas menekankan pada jumlah nominal tertentu yang berpengaruh besar dalam mengubah keputusan pemakai laporan keuangan. Akan tetapi, tidak ada batasan tertentu dari konsep meterialitas. Sehingga perusahaan sering menggunakannya untuk melakukan manipulasi. Di America hal ini dicegah degnan bebrapa peraturan, misalnya sekalipun terdapat perubahan yang kecil (tidak material) tetapi akan mengubah angka pendapatan atau laba, maka perubahan tersebut harus dicantukman.
·            Buyback, swap (pertukaran)
Perjanjian untuk menjual asset atau penjualan tertentu tetapi disertai perjanjian bahwa asset tersebut akan dibeli kembali. Dengan demikian, angka penjualan meningkat. Tetapi setelah masa pelaporan, barnag tersebut dibeli kembali. Pihak yang membeli akan mepoerleh komisi.
·            Penyesuaian waktu dengan perubahan standar
Seringkali perubahan standar akuntansi tidak langsung disahkan dan diterapkan, ada jeda waktu untuk penyesuaian. Jeda inilah yang dimanfaatkan. Pelaporan sebelum perubahan standard an sesudah perubahan stadar akan menghasilkan angka yang berbeda.
·            Konservatisme
Konservatif berarti berhati hati. Umunya conthnya adlaah penilaian persediaan. Dengna menggunakan FIFO, dengan asumsi harga barang terus naik, akan menghasilkan laba yang lebih tinggi, sebaliknya apabila menggunakan LIFO, maka laba akan lebih rendah. Namun standar akuntansi maupun aturan perpajakan telah menetapkan metode yang boleh dipergunakan. Contoh lain dari konservtisme adalah biaya peneltiaian dan pengembangan (litbang). Dengan menaikkan biaya litbang, maka laba dapat berkurang dan sebaliknya.
Kemudian timbul pertanyaan apakah manajemen laba dilarang? Tantu Tidak,. tidak ada standar yang menyatakan melarang manajemen laba. Akan tetapi apabila dengan melakukan manajemen laba akan mengantarkan pada pengambilan keputusan yang salah, maka secara etik, hal itu merupakan pelanggaran. Tetapi sekali lagi, belum ada peraturan.
Lalu apa hubungan earning management dengan earning quality?..Dengan konotasi manajemen laba yang negatif, maka kita dapat menyimpulkan, ketika laba yang disajikan merupakan hasil rekayasa, tentunya kualitasnya lebih rendah, karena laba tersebut tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini sejalan dengan Pernyataan Standar Akuntnasi Keuangan (PSAK no 01) yang menyatkan bahwa laporan keuangan haruslah menyajikan keadaan yang sesungguhnya.
Bagaimana mengukur kualitas laba:
·            Dengan menggunakan model yang dikembangakan oleh Leuz et al (2003)
Leuz et al (2003) mengukur variabilitas laba. Semakin suatu laba stabil (tidak variable, tidak berubah-ubaha) kadang diasosiasikan kualtias laba tersebut lebih baik. Cara mengukurnya adalah dengan mengukur rasio standar deviasi laba operasi terhadap standar deviasi kas dari hasil operasional. Semakin kecil rasionya, menunjukkan adanya income smoothing, sehingga kualitas laba kurang baik.
·            Model Penman (2001)
Model ini meruoakan yang paling sederhana. Caranya adalh dengna mengukur rasio kas dari operasi terhadap pendapatan atau penjualan. Semakin besar rasio, maka semakin baik kualitas laba.

·            Discretionary accruals
Digunakan juga oleh Balsam et al (2003). Termasuk slaah satu yang rumit. Dengan meregresi perubahan total accrual sebagia variable independen dan  perubahan pejualan, perubahan PPE, peruabahan total asset, perubahana kas dari opersaional sebagai variable independen. Jika hasilnya adalh signifikan maka terdapat earning management, sehingga kualitas laba kurang baik. Dan masih ada metode metode lainnya.
Manajemen laba berkonotasi negatif dan dihubungkan dengan kualitas laba. Ketika laba dimanage atau diatur sedemikian rupa sehingga mengelabuhi pengguna laporan keuangna, maka laba yang disajikan berkualitas rendah. Kualitas laba sebaiknya diukur dengan beberapa metode sehingga menunjukkan hasil yang dapat disimpulkan tidak hanya dari satu pengukuran. Penelitain Abdelghany (2005) menunjukkan bahwa tidak semua laba yang dinyatakan rendah kualitas menurut satu metode adalah juga tidak berkualitas berdasarkan metode lainnya.

Berikut contoh laba yang menunjukan kinerja
1.            Laba Bank BUMN Anjlok 66 Persen
15 Agustus 2005
Kompas, 13 Agustus 2005

Pertumbuhan laba bank berstatus badan usaha milik negara terus menyusut sepanjang semester pertama 2005. Pada semester II, kondisinya diperkirakan tidak lebih baik karena pertumbuhan ekonomi mulai melambat dan suku bunga kredit cenderung naik.
Akibat situasi tersebut, bank BUMN akan kesulitan memenuhi target laba 2005 sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan. Bank BUMN terdiri dari PT Bank Mandiri, PT Bank Negara Indonesia, PT Bank Rakyat Indonesia, PT Bank Tabungan Negara, dan PT Bank Ekspor Indonesia.
Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, saat kelompok bank lain menunjukkan kinerja membaik, laba bersih bank BUMN justru anjlok drastis, dari Rp 7,45 triliun pada semester pertama 2004 menjadi Rp 2,53 triliun atau turun 66 persen.
Karena menguasai 40 persen pangsa aset industri perbankan nasional, kemerosotan bank BUMN telah menyeret jatuh laba industri perbankan secara keseluruhan. Laba bersih perbankan nasional per Juni 2005 hanya Rp 12,03 triliun, turun 25 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Anggota Komisi XI DPR, Dradjad Wibowo, Jumat (12/8) di Jakarta, menjelaskan, terdapat sejumlah faktor yang membuat laba bersih bank BUMN anjlok.
Pertama, menurunnya citra bank BUMN akibat berbagai kasus kredit macet yang berujung pada penahanan sejumlah mantan bankir bank BUMN. Kedua, diterapkannya Peraturan Bank Indonesia No 7/2/2005 tentang penilaian kualitas aktiva bank umum yang mengusung konsep penyeragaman kolektibilitas kredit yang disalurkan untuk debitor atau proyek yang sama.
Menurut Dradjad, kejatuhan citra membuat bank BUMN kehilangan kepercayaan masyarakat. Nasabah penabung dan debitor banyak yang meninggalkan bank pelat merah. Akibatnya, laju penyaluran kredit bank BUMN terhambat.
Dalam semester pertama 2005, bank BUMN hanya menyalurkan kredit Rp 19 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan periode sama 2004 senilai Rp 20 triliun.
Bank BUMN yang mendapat tekanan paling berat adalah Bank Mandiri dan BNI. Per Juni 2005, laba bersih BNI jatuh 40 persen dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Bank Mandiri belum memaparkan kinerja semester pertama. Namun, labanya pada triwulan pertama anjlok 70,2 persen dibandingkan dengan posisi sama tahun 2004. Bank BUMN lainnya, seperti BRI, tetap mencatat pertumbuhan laba.
Anjloknya laba membuat target penerimaan negara tahun 2005 dari sektor perbankan sulit tercapai. Berdasarkan APBN-P 2005, targetnya sebesar Rp 4,4 triliun atau 50 persen dari total setoran dividen BUMN. Realisasi setoran bank BUMN semester pertama hanya Rp 987 miliar atau 22,4 persen dari target.
Pada semester kedua, upaya bank BUMN menumpuk laba bakal terhambat pertumbuhan ekonomi yang mulai melambat dan kenaikan suku bunga kredit, katanya. (FAJ)
Source :Kompas
Dalam artikel di atas dikatakan bahwa anjloknya laba Bank BUMN dikarenakan citra kinerja Bank BUMN yang kurang baik, yang berakibat berbagai kasus kredit macet yang berujung pada penahanan sejumlah mantan bankir bank BUMN dan akibat dari diterapkannya Peraturan Bank Indonesia No 7/2/2005 tentang penilaian kualitas aktiva bank umum yang mengusung konsep penyeragaman kolektibilitas kredit yang disalurkan untuk debitor atau proyek yang sama.
Akibat dari tersebut diatas Bank BUMN ditinggalkan dan kehilangan kepercayaan masyarakat. Nasabah penabung dan debitor banyak yang meninggalkan bank pelat merah

 

2.            Laba Bersih Astra Melejit 43% di Tahun 2010
Friday, February 25th, 2011
oleh : Eddy Dwinanto Iskandar
PT Astra International Tbk dan anak perusahaannya nampaknya masih terus menunjukkan hasil gemilang di tahun 2010. Pendapatan bersih Perseroan sepanjang tahun 2010 mencapai Rp 130 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 32% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2009, yakni Rp 98,526 triliun. Sementara laba usaha Perseroan naik 15% menjadi Rp 14,725 triliun pada tahun 2010 dibandingkan Rp 12,756 triliun pada tahun 2009. Dengan demikian laba bersih Perseroan sepanjang tahun 2010 mencapai Rp 14,366 triliun atau meningkat sebesar 43% dari tahun sebelumnya senilai Rp 10,040 triliun. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah Astra. Sedangkan laba bersih per saham naik 43% menjadi Rp 3.549 dari tahun sebelumnya Rp 2.480.
“Bisnis Grup Astra menunjukkan kinerja yang sangat memuaskan pada tahun 2010, membuat Astra mencatatkan rekor laba dan aktiva bersih per lembar saham yang tertinggi selama ini. Diperkirakan iklim bisnis 2011 akan tetap menggembirakan dengan tingkat pertumbuhan laba diharapkan tetap prospektif,” ungkap Prijono Sugiarto, Presiden Direktur PT Astra International Tbk.
Di divisi otomotif kontribusi laba bersih Astra dari Divisi Otomotif tahun 2010 meningkat sebesar 55% dibanding tahun sebelumnya menjadi Rp 7,1 triliun. Total penjualan mobil nasional sepanjang tahun 2010 mencapai hampir 765.000 unit, meningkat 57% dibandingkan tahun sebelumnya mencapai 486.000 unit. Porsi penjualan mobil Astra dengan merek Toyota, Daihatsu, Isuzu, Nissan Diesel dan Peugeot, meningkat 52% menjadi sebesar 426.000 unit atau meraih pangsa pasar penjualan mobil nasional sebesar 56%, sedikit menurun dibandingkan tahun 2009 yaitu 58%. Astra meluncurkan beberapa mobil terbaru di kuartal 4, yaitu Toyota New Rush, Daihatsu New Terios dan the New MPV Peugeot 5008.
Sementara itu, total penjualan sepeda motor nasional naik 26% mencapai hampir 7,4 juta unit pada tahun 2010 dari 5,9 juta unit pada tahun sebelumnya. PT Astra Honda Motor (AHM) mencapai kenaikan penjualan sepeda motor sebesar 26% menjadi 3,4 juta unit dibandingkan tahun sebelumnya 2,7 juta unit, sehingga AHM tetap memimpin penjualan motor nasional dengan pangsa pasar sebesar 46%. AHM sepanjang kuartal ke empat 2010 telah meluncurkan tipe terbaru, yaitu The New Honda CS1 dan New Honda Blade.
Sementara itu PT Astra Otoparts Tbk (AOP), anak perusahaan yang 95,7% sahamnya dimiliki Perseroan, bergerak di bidang manufaktur komponen otomotif membukukan laba bersih Rp 1,1 triliun, naik 49% dibandingkan tahun 2009.
Adapun kontribusi laba bersih Astra dari Divisi Jasa Keuangan mengalami kenaikan 77% menjadi Rp 2,9 triliun. Peningkatan kontribusi ini terjadi seiring dengan pertumbuhan pinjaman pembiayaan, marjin suku bunga yang stabil dan ketersediaan dana di pasar keuangan. Nilai pembiayaan dari PT Federal International Finance (FIF), PT Astra Sedaya Finance (ACC) dan PT Toyota Astra Financial Services (TAFS) di tahun 2010 meningkat 39% menjadi Rp 44 triliun. Pada bulan Desember 2010 Astra mengakuisisi 47% saham PT Astra Sedaya Finance, jumlah saham yang sebelumnya bukan dimiliki Astra. PT Asuransi Astra Buana, perusahaan asuransi yang 95,7% sahamnya dimiliki Perseroan, membukukan laba yang lebih tinggi dari sebelumnya yang berasal dari premi ritel dan komersial serta pendapatan investasi.
Sementara itu PT Bank Permata Tbk, yang 44,5% sahamnya dimiliki Perseroan, membukukan laba bersih sebesar Rp 997 miliar per 31 Desember 2010, meningkat 108% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada bulan November 2010 Bank Permata telah melakukan right issue senilai Rp 2 triliun untuk memperkuat permodalan dengan ketentuan satu pemegang saham lama berhak membeli 6 saham baru. Pada bulan Desember 2010 Bank Permata mengakuisisi GE Finance Indonesia, sebuah perusahaan penerbit kartu kredit domestik, setelah mendapat persetujuan formal dari Bank Indonesia.
Lalu kontribusi laba bersih Astra dari Divisi Alat Berat dan Pertambangan naik 2% menjadi Rp 2,3 triliun. PT United Tractors Tbk (UT), yang 59,5% sahamnya dimiliki oleh Perseroan, mencatatkan laba bersih senilai Rp 3,9 triliun, terdapat sedikit perubahan dibandingkan periode yang sama tahun 2009. Peningkatan bisnis yang cukup signifikan ditunjukkan oleh penjualan Komatsu dengan penjualan mencapai 5.404 unit sepanjang tahun 2010, atau kenaikan sebesar 74% dari periode yang sama sebelumnya 3.111 unit.
Peningkatan laba UT ini disertai dengan pengurangan kontribusi dari kontrak penambangan batu bara anak usahanya, PT Pamapersada Nusantara (Pama). Namun demikian Pama berhasil melampaui target produksi batu bara dengan peningkatan sebesar 14% menjadi 78 juta ton dan peningkatan overburden removal sebesar 9% menjadi 651 juta bcm, sekalipun kondisi cuaca tidak menguntungkan dan disertai pula dengan pelemahan nilai US Dollar. Melalui tambang yang dimiliki sendiri, Pama berhasil menjual 2,6 juta ton batu bara selama tahun 2010.
Kontribusi laba bersih Astra dari Divisi Agribisnis meningkat sebesar 21% menjadi Rp 1,6 triliun. PT Astra Agro Lestari Tbk (AAL), yang 79,7% sahamnya dimiliki Perseroan, membukukan laba bersih sebesar Rp 2 triliun per 31 Desember 2010 atau naik 21% dari 2009 sebesar Rp 1,7 triliun, berkat adanya kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) rata-rata 13% lebih tinggi daripada tahun 2009. Produksi palm oil selama 2010 meningkat 3% menjadi sebesar 1,1 juta ton dibandingkan produksi selama 2009.
Kontribusi laba bersih Astra dari Divisi Infrastruktur dan Logistik sebesar Rp 358 miliar atau mengalami peningkatan 34%. Pada bulan Desember 2010, Astra melakukan akuisisi sebesar 19% kepemilikan saham di PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA), perusahaan pengelolaan air yang beroperasi di wilayah Jakarta Barat. Sehingga kepemilikan Astra meningkat dari 30% menjadi 49%. PALYJA berhasil meningkatkan volume penjualan sebanyak 7% menjadi 147,3 juta m3.
PT Marga Mandalasakti, operator jalan tol yang 79% sahamnya dimiliki oleh Perseroan melaporkan kenaikan volume trafik sebesar 7% menjadi 29,4 juta kendaraan. Sementara itu PT Serasi Autoraya (SERA), yang 100% sahamnya dimiliki oleh Perseroan, mengalami peningkatan keuntungan usaha yang didukung oleh adanya kenaikan penjualan kendaraan rental.
Kontribusi laba bersih dari Divisi Teknologi dan Informasi meningkat 75% menjadi Rp 90 miliar. PT Astra Graphia Tbk, yang 76,9% sahamnya dimiliki Perseroan, perusahaan yang menggeluti bidang teknologi informasi dan sebagai agen tunggal peralatan Fuji Xerox di Indonesia ini berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 118 miliar, atau naik 77% dibandingkan tahun sebelumnya.
“Atas nama Direksi, saya mengucapkan terima kasih kepada 145.154 karyawan Grup Astra di seluruh Indonesia. Kinerja Astra yang semakin membanggakan ini merupakan hasil dari kerja keras dan dedikasi yang tinggi dari seluruh karyawan. Pada kesempatan yang baik ini saya juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pelanggan, pemegang saham dan relasi bisnis atas kepercayaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini,” ujar Prijono Sugiarto.
Nilai ekuitas Perseroan meningkat 24% dari Rp 39,894 triliun pada 31 Desember 2009 menjadi Rp 49,310 triliun pada 31 Desember 2010, sehingga nilai aktiva bersih per lembar saham menjadi sebesar Rp 12.180 atau naik 24% dari Rp 9.854 pada tahun sebelumnya. Final dividen sebesar Rp 1.130 per lembar saham akan diajukan kepada pemegang saham pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di bulan Mei 2011 mendatang. Apabila disetujui, bersama dividen interim sebesar Rp 470 per lembar saham yang telah dibayar bulan Nopember 2010, total dividen meningkat sebesar Rp 1.600 per lembar saham atau mengalami kenaikan 43%.
Eddy Dwinanto Iskandar
dari pernyataan di atas tergambar jelas bahwa laba yang meningkat pada Astra terjadi dari hasil kinerja yang memuaskan, bahkan tergambar Astra mengalami kenaikan laba di segala aspek.

Komentar